Harimau Jawa dan Sejarahnya di Banyumas

Harimau Jawa dan Sejarahnya di Banyumas


Pedulikarnivorjawa.org - Harimau Jawa, atau Panthera tigris sondaica, adalah salah satu subspesies harimau yang pernah mendominasi hutan-hutan di Pulau Jawa. Sayangnya, harimau ini telah dinyatakan punah sejak lama. Namun, banyak yang masih mempertanyakan apakah benar-benar sudah tidak ada harimau tersisa di hutan-hutan Jawa, termasuk di daerah Banyumas.

Di sisi lain, harimau yang masih bertahan di Indonesia kini hanya tersisa di Pulau Sumatra, yakni Panthera tigris sumatrae. Dalam membahas harimau, perlu dibedakan antara harimau yang dikenal dengan lorengnya dan macan, yang meliputi macan tutul, macan hitam, atau jaguar. Meskipun istilah "macan" sering digunakan secara umum, keduanya adalah spesies yang berbeda.

Pada Januari 2022, warga di Desa Windunegara, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, digemparkan oleh kemunculan seekor hewan besar yang diduga macan. Salah seorang warga, Tawin, melaporkan bahwa dia melihat bayangan hewan besar berwarna cokelat kehitaman yang melompat ke parit ketika dia sedang mencari rumput. Suara auman yang kuat pun terdengar, sehingga semakin memperkuat keyakinan warga bahwa yang mereka lihat adalah macan. Jejak kaki berdiameter sekitar 10 cm juga ditemukan di sekitar lokasi kemunculan hewan tersebut, meskipun sebagian besar jejaknya sudah terhapus oleh hujan. Perangkat desa bersama TNI dan Polri segera memeriksa lokasi tersebut.

Meskipun banyak yang menduga bahwa hewan tersebut adalah harimau, Munawar Kholis, seorang pemerhati konservasi, menyatakan bahwa harimau Jawa sudah punah. Ia lebih meyakini bahwa yang muncul di daerah tersebut adalah macan tutul. Macan tutul memiliki dua jenis warna, yakni kuning dengan totol hitam dan hitam semua. Macan tutul memang masih hidup di Pulau Jawa, tetapi harimau Jawa telah dianggap lenyap dari pulau ini.

Namun, jika kita melihat kembali sejarah, harimau Jawa pernah memiliki tempat yang penting di alam Banyumas. Pada akhir abad ke-19, laporan-laporan tentang harimau yang menyerang manusia dan hewan ternak cukup sering muncul. Sebagai contoh, pada tahun 1860, seorang gadis berusia tujuh tahun bernama Karsih dilaporkan dibunuh oleh seekor harimau di desa Margahina, sebuah desa yang terletak di perbatasan Banjoemas (Banyumas). Peristiwa ini tercatat di surat kabar Javasche Courant pada 4 Januari 1860. Tidak hanya manusia, hewan ternak seperti kerbau juga menjadi mangsa harimau. Setelah kejadian ini, Bupati Galoe turun tangan dan berhasil menembak harimau tersebut.

Pada tahun 1881, penduduk desa Tjiegientang di distrik Sidoredjo, afdeling Tjilatjap, dilaporkan melihat seekor harimau raja yang keluar dari hutan dan dengan tenang berdiri di pematang sawah meski disaksikan oleh banyak orang. Namun, keesokan harinya, harimau tersebut kembali ke desa dan membuat penduduknya ketakutan. Harimau itu bahkan mencoba masuk ke rumah seorang penduduk dengan menggigit pintu hingga terbuka. Beruntung, seorang pria berhasil melumpuhkan harimau tersebut dengan tombak setelah harimau memasukkan kepalanya melalui lubang di pintu.

Peristiwa seperti ini sering terjadi di Jawa, termasuk di Banyumas, selama masa kolonial. Harimau menjadi ancaman bagi penduduk desa, namun di sisi lain, harimau juga menjadi sasaran bagi para pemburu. Pada masa itu, perburuan harimau adalah kegiatan yang populer, baik di kalangan militer maupun pejabat sipil. Harimau diburu untuk diambil kulit dan taringnya, yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Jika harimau berhasil ditangkap hidup-hidup, ia akan diperdagangkan ke kebun binatang di luar negeri. Perburuan ini tidak hanya dilakukan karena alasan ekonomi, tetapi juga sebagai hiburan bagi para pejabat dan bangsawan kolonial.

Salah satu peristiwa yang menarik terjadi pada tahun 1883, ketika putri Bupati Banjoemas menikah dengan putra Bupati Bandjarnegara. Setelah serangkaian pesta diadakan di Banjoemas, pesta lanjutan diadakan di Bandjarnegara. Salah satu acara yang paling dinanti dalam rangkaian pesta tersebut adalah rampokpartij, sebuah pertunjukan perburuan yang melibatkan empat harimau tutul. Harimau-harimau tersebut telah lama dipelihara di kandang, dan dalam acara tersebut mereka akan dilepaskan untuk berburu mangsa yang biasanya berupa sapi atau kambing. Namun, sebelum acara dimulai, keempat harimau tersebut berhasil melarikan diri dari kandang mereka, menyebabkan kepanikan di antara penduduk dan pengunjung. Para prajurit segera dikerahkan, dan tiga dari empat harimau tersebut berhasil ditembak dan dibunuh, sementara harimau yang keempat tidak pernah ditemukan.

Acara rampokpartij ini bukanlah satu-satunya yang melibatkan harimau. Di beberapa tempat lain di Jawa, acara serupa juga diadakan. Namun, sering kali acara ini berubah menjadi tragedi, seperti yang terjadi di Probolinggo pada tahun 1884. Dalam sebuah acara perburuan, seekor harimau yang tidak mau menyerang kerbau disiram dengan minyak tanah dan dibakar. Peristiwa ini memicu protes dari para pemerhati hewan dan dianggap sebagai tindakan yang memalukan.

Dengan berakhirnya era perburuan harimau dan semakin berkurangnya habitat alami mereka akibat deforestasi, populasi harimau Jawa terus menurun hingga akhirnya dinyatakan punah. Harimau-harimau yang dulunya tersebar di seluruh Pulau Jawa, mulai dari Banten hingga Banyuwangi, kini hanya tinggal dalam catatan sejarah. Keberadaan harimau Jawa di Banyumas dan daerah-daerah lain di Jawa Tengah hanyalah kenangan yang tercatat dalam laporan-laporan lama.

Namun, meskipun harimau Jawa telah punah, beberapa laporan tentang kemunculan harimau atau macan tutul masih terus muncul hingga sekarang. Seperti yang terjadi di Desa Windunegara pada tahun 2022, warga tetap waspada dan sering kali khawatir dengan kemungkinan adanya hewan besar yang berkeliaran di sekitar desa mereka. Meskipun demikian, para ahli meyakini bahwa harimau Jawa sudah tidak ada lagi, dan yang tersisa hanyalah macan tutul yang masih bertahan di beberapa kawasan hutan di Pulau Jawa.

Kisah harimau Jawa di Banyumas adalah bagian dari sejarah panjang manusia dan satwa liar di Pulau Jawa. Sebagai puncak rantai makanan, harimau pernah memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Namun, dengan punahnya harimau Jawa, ekosistem hutan di Pulau Jawa pun mengalami perubahan yang signifikan. Kini, hanya harimau Sumatra yang tersisa sebagai harimau asli Indonesia, sementara harimau Jawa hanya tinggal dalam ingatan dan catatan sejarah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak