Harimau Ngandong: Sang Penguasa Hutan Jawa yang Terlupakan

Sang Penguasa Hutan Jawa yang Terlupakan

Tahukah Anda bahwa salah satu kucing terbesar yang pernah berjalan di muka bumi ini ternyata hidup di pulau Jawa? Mungkin Anda pernah mendengar tentang singa Amerika (Panthera atrox) dengan tubuh yang sangat besar, diperkirakan mencapai 300 kg. Ternyata, keluarga harimau juga memiliki pesaing dalam hal ukuran dengan ditemukannya fosil harimau Ngandong (Panthera tigris soloensis). Menariknya, banyak yang berpendapat bahwa selain keluarga Smilodon (kucing bergigi pedang), urutan kucing besar dari keluarga Pantherine yang terbesar adalah:

  • Harimau Ngandong (Panthera tigris soloensis)
  • Singa Amerika (Panthera atrox)
  • Singa gua Eropa (Panthera spelaea), seukuran dengan harimau Siberia, Bengal, dan singa Afrika modern saat ini.

Untuk memahami sejarah kucing besar di Indonesia, kita perlu menelusuri sejarah terbentuknya kepulauan Nusantara itu sendiri.


Terbentuknya Kepulauan Nusantara

Indonesia pada awalnya hanyalah gugusan pulau-pulau kecil yang muncul ke permukaan air laut akibat aktivitas tektonik dan vulkanik. Daerah seperti Satir, Trinil, Ngandong, Kedungbrubus, dan Punung adalah wilayah-wilayah yang terletak di tengah Pulau Jawa, di mana tanah Jawa awal mulai muncul ke permukaan sekitar akhir Pliocene, yakni sekitar 2,4 juta tahun yang lalu.


Masa Biostratigrafik Jawa dan Harimau yang Menghuninya

Inilah urutan masa biostratigrafik Jawa beserta harimau yang menghuninya:

  • Satir: 2 - 1,5 Juta Tahun lalu
  • Cisaat: 1,2 - 1 Juta Tahun lalu (Panthera sp)
  • Trinil: 0,9 Juta Tahun lalu (Panthera tigris trinilensis)
  • Kedung Brubus: 0,8 - 0,7 Juta Tahun lalu (Panthera tigris oxygnatha)
  • Ngandong: 195.000 Tahun lalu (Panthera tigris soloensis)

Dari akhir Pliocene hingga awal Pleistocene sekitar 1,8 juta tahun lalu, rawa dan hutan bakau mendominasi dataran rendah Pulau Jawa yang baru lahir. Bagian yang lebih tinggi dibentuk oleh aktivitas vulkanik, menyebarkan abu vulkanik dan menghasilkan tanah yang sangat subur. Fosil yang ditemukan dari periode ini menunjukkan kondisi pulau yang cenderung mengalami endemisme dan pygmism (kerdil). Pada masa ini, hewan-hewan raksasa belum muncul, malah sebaliknya banyak yang cenderung kerdil.

Pada akhir awal Pleistocene terjadi fase zaman es yang menyebabkan permukaan laut turun drastis, menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera, Semenanjung Malaya, hingga Kalimantan yang dikenal dengan paparan Sunda.


Paparan Sunda: Savana Luas yang Subur

Kondisi tersebut menjadikan paparan Sunda sebagai padang savana yang panjang dan luas. Bayangkan padang savana Afrika yang sangat luas, tetapi jauh lebih subur. Itulah paparan Sunda pada zaman dulu. Selama periode ini, paparan Sunda menerima invasi hewan Pleistosen baik dari India melalui Burma (pertama) dan China (selanjutnya). Mengapa? Karena padang savana luas ini sangat subur akibat aktivitas gunung berapi. Hewan herbivora datang merumput di sini diikuti dengan pemangsa mereka seperti harimau dan macan tutul.

Perlu diingat bahwa terdapat 34 gunung berapi aktif di Jawa saja, menjadikan pulau Jawa sebagai pulau yang paling subur di dunia. Pada masa tengah Pleistocene, terdapat surga fauna di sini karena tempat ini diisi dengan berbagai binatang dari serangga kecil hingga herbivora raksasa. Kemudian pada akhir Pleistocene, hutan hujan tropis awal mulai muncul.


Era Pleistocene: Era Mega Fauna

Era Pleistocene dikenal sebagai era mega fauna. Berikut adalah daftar binatang yang hidup di masa Pleistocene di Jawa:

  • Gajah raksasa, seperti Stegodon trigonocephaus, Elephas lysudrindicus, dan Elephas maximus. Beberapa fosil diperkirakan memiliki bobot 12 ton dan tinggi 4 m, menjadikan mereka salah satu mamalia darat terbesar yang pernah ada.
  • Keluarga kuda nil, seperti Hippopotamus simplex dan Hexaprotodon.
  • Badak bercula satu purba, nenek moyang badak Jawa.
  • Kerbau raksasa, Bubalus palaeokerabau.
  • Banteng besar, Bibos paleosondaicus.
  • Berbagai rusa primitif seperti Cervus hippelaphus.
  • Babi hutan raksasa, Sus sp.
  • Penyu raksasa, Geochelone atlas.
  • Gavials dan buaya.
  • Dan tentu saja, harimau purba.
  • Harimau Purba dan Mega Fauna

Tidak heran jika predator puncak (dalam hal ini harimau) pada periode ini memiliki ukuran yang sangat besar. Mereka harus mampu memburu mangsa-mangsa raksasa mereka. Sayangnya, surga ini bisa berubah menjadi neraka dalam hitungan jam. Tempat ini memiliki aktivitas vulkanik dan geologi yang sangat tinggi, berarti banyak bencana sering terjadi dari waktu ke waktu.

Gempa bumi, tsunami, dan terutama letusan gunung yang dahsyat lebih dari mampu untuk menghancurkan seluruh ekosistem di savana yang luas ini. Terdapat 153 gunung berapi aktif di Indonesia, beberapa di antaranya memiliki kemampuan yang sangat merusak. Misalnya, ledakan Gunung Tambora (1815) adalah ledakan gunung berapi terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah manusia, lebih besar dari ledakan Krakatau di Selat Sunda pada tahun 1883! Ledakan besar ini mengakibatkan musim dingin selama setahun penuh pada tahun 1816, yang kemudian dikenal sebagai tahun tanpa musim panas.


Letusan Supervolcano Toba

Yang terbesar dari semuanya terjadi sekitar 70.000 tahun yang lalu, yaitu letusan supervolcano Gunung Toba. Letusan ini tidak hanya mengubah iklim global tetapi juga hampir menyapu bersih seluruh umat manusia.

Letusan ini hampir membuat umat manusia punah! Uji genetik pada manusia modern menunjukkan variasi genetik manusia mengerucut pada masa sekitar letusan super Toba terjadi. Semua peristiwa ini pasti mempengaruhi keberadaan flora dan fauna di seluruh dunia, terutama fauna di paparan Sunda.


Asal Usul Harimau Ngandong

Untuk memahami asal-usul harimau Ngandong sebagai harimau terbesar di dunia, besar kemungkinan bahwa setiap kelompok harimau tersebut tidak terkait satu sama lain. Spesies harimau pada masa letusan Toba kemungkinan besar telah punah, yang kemudian digantikan oleh gelombang migrasi harimau lain dari daratan Asia.

Jadi, mereka bisa jadi harimau yang sama sekali berbeda yang berasal dari daratan yang berbeda pada waktu yang berbeda, menggantikan harimau jenis sebelumnya yang kemungkinan punah karena bencana-bencana tersebut. Analisis DNA lebih lanjut di masa depan mungkin dapat memecahkan misteri ini. Semoga.


Harimau Jawa yang Khas

Tahukah Anda bahwa harimau Jawa memiliki pola loreng di wajah yang paling tidak teratur, terutama di daerah di atas hidung mereka? Pola ini masih primitif atau kurang sempurna dibandingkan dengan harimau lain yang polanya tegas dan jelas.

Selain itu, harimau Jawa juga memiliki pola loreng yang khas di tubuhnya, yaitu garis-garis tipis yang rapat yang kadang jarang bercabang. Bandingkan dengan loreng harimau lain yang kadang tebal, bercabang, dan bahkan kadang tebal namun jumlah loreng sedikit.

Harimau Jawa juga memiliki mandibula (rahang bawah) yang paling persegi, karakteristik kucing besar purba. Coba bandingkan dengan kucing besar modern dan kucing-kucing purba macam Smilodon atau Homotherium.


Nenek Moyang Harimau Sedunia

Nenek moyang harimau sedunia, yaitu Panthera zdanskyi, memiliki wajah 'kotak' yang mirip dengan wajah harimau Jawa. Panthera zdanskyi atau yang lebih dikenal dengan Longdan Tiger hidup pada awal Pleistocene di daratan China. Ukurannya kecil, sebesar harimau Sumatera betina, sekitar 76 kg. Keturunannya kemudian menyebar ke berbagai penjuru Asia hingga ke Indonesia.


Harimau Jawa: Keturunan Harimau Ngandong?

Meskipun masih dalam hipotesa, muncul dugaan bahwa harimau Jawa sebagai keturunan langsung dari harimau raksasa Ngandong merupakan salah satu harimau paling primitif di dunia. Seiring berjalannya waktu dan menghilangnya mangsa-mangsa raksasa, harimau ini berevolusi menjadi lebih kecil dan berubah menjadi harimau Jawa modern yang sayangnya saat ini telah dianggap punah.

Beberapa orang masih percaya bahwa mereka belum sepenuhnya punah. Harapan besar ada pada kembalinya harimau Jawa dari kepunahan, karena mereka bersama dengan harimau Bali merupakan spesies harimau yang sangat unik.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak