Sejak kecil, saya memiliki ketertarikan yang besar terhadap tanaman buah. Saya sering mengumpulkan biji-bijian dari pasar dan menanamnya di halaman rumah. Swargi Nenek, dengan lembutnya, pernah bertanya, "Dadahe arep mbok gae alas po Le?" (Apakah kamu akan membuat kebun sendiri, nak?) Dulu, yang saya tahu hanyalah impian bahwa suatu hari nanti saya bisa makan buah-buahan dari kebun sendiri tanpa harus membelinya.
Seiring berjalannya waktu, saya bersyukur memiliki halaman yang luas, yang memungkinkan saya untuk menanam berbagai jenis buah. Namun, kali ini bibitnya tidak lagi dari pasar, melainkan dari istri saya yang gemar membeli berbagai jenis bibit buah sesuai keinginannya.
Baru-baru ini, saya menyadari bahwa upaya menanam pohon buah juga memiliki dampak positif dalam menabung oksigen. Daun-daun hijau dari pohon buah tersebut melakukan proses fotosintesis, mengubah karbon dioksida menjadi oksigen yang kita butuhkan. Saya hanya menanam akarnya ke dalam tanah, sementara 'mesin biologis' tersebut bekerja dengan sendirinya.
Dulu, saat tingginya hanya 40 cm ketika akarnya saya tanamkan, sekarang pohon-pohon tersebut telah mencapai ketinggian 2-3 meter. Meskipun terlihat diam, mereka sebenarnya bergerak, berproses, dan berubah secara dinamis.
Hal yang patut saya syukuri adalah bahwa daun-daun hijau tersebut memberikan surplus oksigen yang sangat bermanfaat bagi lingkungan. Proses ini bisa saya analogikan seperti menabung oksigen, di mana tanaman membantu meningkatkan kualitas udara yang kita hirup, menjadikannya lebih segar dan bersih.
Dengan menanam pohon buah, selain mendapatkan buah yang lezat, kita juga turut berkontribusi dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Semoga cerita ini dapat menginspirasi kita semua untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan melakukan tindakan nyata untuk melestarikan alam.