Ketika tersesat selama sehari karena menyimpang dari jalur yang seharusnya, tim IV yang terdiri dari aku, Mas Ibnu Sutowo, Mas Kholis, dan Nova, harus mencari cara untuk menahan lapar. Kami mengikuti aliran sungai dangkal berbatu untuk menangkap udang semalaman penuh, agar dua bungkus mie instan bisa sangat kaya protein direbus dengan kuah banyak yang bercampur udang, tentunya. Namun, kami kehabisan bekal akibat salah prediksi, dimana tim ini harus menyapu dua kawasan: lembah betiri dan sisi timurlaut gendom, sehingga separo logistik ditinggal di flaying camp sumber ringin.
Saat siang berjalan, semua mulut terkunci menahan lapar, tiba-tiba... bruuuakk... sesuatu jatuh dari pohon yang sangat tinggi. Aku menoleh, melihat, lalu mengejarnya. Ternyata seekor jelarang tua. Dengan cepat saya tangkap, lalu difoto sebagai bukti masih dijumpai hewan ini, untuk bukti laporan. Setelah foto-foto, lalu dilepas lagi ke bawah pohon, dimana dia jatuh.
Kami berempat menunggui hewan itu naik ke atas pohon, hampir sejam lebih. Jelarang tua itu hanya meringkik dan menggerak-gerakkan kaki depannya, sedangkan dua kaki belakangnya tak mampu ia gerakkan. Dengan bilah bambu suling yang panjang, kami coba mendorong pelan agar jelarang itu menaiki pohon lagi.
Setelah mendekati dua jam, kami harus melanjutkan perjalanan, dan kami berlalu dari pohon itu, dengan kepahaman bekal protein dari langit. Malamnya, asupan energi bertambah lagi, dan paginya perjalanan menjadi semangat, untuk menaiki satu bukit lalu menuruninya hingga sampai di flying camp sumber ringin.