Kisah keperkasaan si raja hutan mungkin tak akan terdengar lagi.
Lantas, siapa yang harus bertanggungjawab?
NASIB spesies harimau benar-benar sudah di ambang kepunahan. Jumlah populasi si raja rimba ini melorot drastis. Penyebab kepunahan ini, lebih banyak disumbang ulah manusia.
Menurut data terakhir yang dihimpun National Geographic, jumlah populasi harimau di seluruh dunia kini berkisar antara lima sampai tujuh ribu ekor saja. Padahal, kalau menengok seratus tahun silam, perkiraan angka populasi binatang buas ini sempat mencapai 100 ribu ekor.
Kelompok penyayang binatang sontak beraksi menanggapi nasib buruk binatang ini. Dua organisasi lingkungan hidup terkemuka: World Wildlife Fund dan Wildlife Conservation Society hari Rabu pekan silam di Washington mengumumkan rencana penyelamatan nasib harimau ini. Intinya, proyek untuk menyelamatkan harimau yang hidup di alam bebas akan dimulai tahun mendatang bertepatan Tahun Harimau versi kalender Cina.
Upaya itu jelas mendapat sambutan hangat. Buktinya, kesadaran terhadap nasib harimau pun dilakukan di negeri ini lewat ekspedisi mencari harimau Jawa alias Panthera Tigris Sondaica di Taman Nasional Meru Betiri awal November silam, kendati diragukan keberadaannya, namun Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SBKSDA) Jatim II tetap melaksanakan inventarisasi khusus spesies langka ini.
Ekspedisi 15 hari yang melibatkan sedikitnya 30 petugas kehutanan dan mahasiswa pencinta alam itu langsung menggarap areal seluas 58.000 hektar. Tim mulai menyusur wilayah pencarian dari segala arah. Sayangnya, hingga detik ini, tim ekspedisi belum semuanya kembali. Menurut SBKSDA Jatim II Jember, sebagian anggota masih mengumpulkan data. Jadi, keberadaan harimau Jawa pun masih tetap menjadi tanda tanya besar.
Tak hanya di sini perhatian terhadap harimau terlihat jelas. Sepekan yang silam, Ketua Asosiasi Kebua Binatang Cina Meng Mengshu mencak-mencak. Pasalnya, nasib harimau Cina atiau harimau Amoy atawa Panthera tigris Amoyensis yang hidup di Cina Selatan diperkirakan punah dalam waktu 30 tahun mendatang. Itu terjadi tak ada upaya penangkaran sejak sekarang.
Menurut Meng Mengshu, harimau Amoy menurun drastis populasinya akibat peningkatan sektor industri dan turisme yang merusak hutan alam. Ironisnya, pemburu harimau di tahun 1950 hingga 1960 malah disanjung sebagai pahlawan lokal. Tak terhindarkan lagi, di kawasan itu, setiap tahunnya bisa dikumpulkan 1.000 potong kulit harimau.
Untunglah Asosiasi Kebun Binatang Cina telah berupaya membentuk bank sperma dan program inseminasi buatan di tiap-tiap kebun binatang tingkat provinsi. Dengan metode ini, harapannya terhadap jumlah harimau bakal meningkat minimal hingga 150 ekor di abad mendatang.
Di dunia terdapat delapan subspesies harimau. Tiga subspesies, yakni harimau Bali (Pt Balica), harimau Jawa (P t Sondaica) dan harimau Kaspian (P t Virgata) telah dinyatakan punah. Sedangkan subspesies lainnya terus terancam lantaran populasinya melorot drastis.
Kisah subspesies harimau Bali harus terhenti jauh sebelum terjadi perang dunia II. Akhimya, ditetapkan bahwa carnivora buas asal Bali telah punah sejak tahun 1940-an.
Sedangkan keberadaan harimau Jawa masih belum pasti. Menurut hasil survei tahun 1977, jumlahnya tak lebih dari lima ekor di kawasan Suaka Alam Meru Betiri, Banyuwangi, Jatim.
Sementara itu nasib harimau Caspia pun harus berakhir. Subspesies raja hutan yang tersebar di wilayah Afganistan, Irak, Cina, Rusia, dan Turki itu dinyatakan punah sejak tahun 1970-an.
Nasib harimau Cina pun tak jauh berbeda dengan nasib saudaranya di belahan dunia lain. Perkiraan populasinya dianggap tak lebih dari sebelas ekor saja. Penyebarannya terdapat di kawasan selatan Provinsi Fujian, Cuangxi, dan Guangdong di Cina Selatan.
Untuk jumlah harimau Bengal (P t Tigris) di India, Bangladesh, Bhutan, dan Nepal, terbilang masih banyak.
Maklum saja, India memang pemasok persen harimau dunia. Dan pada tahun 1972, India menggelar program Pelestarian harimau yang diberi nama Project Tiger. Sialnya, ketika harimau hutan-hutan Cina habis tahun 1980, para pemburu dari Cina ini kemudian malah beralih ke tetangganya, India. Berdasarkan perkiraan survei tahun 1994, jumlah harimau India populasinya berkisar antara 3.030 sampai 4.600 ekor. Tapi jumlah itu pun terus melorot. Lantas disusul nasib harimau Indocina,(P t Corbetti) yang hidup di Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam dengan populasi antara 1.000 hingga 1.850 ekor menurut survei populasi tahun 1994.
Lain ladang lain belalang. Kisah kehidupan harimau Siberia sedikit lebih baik dibandingkan saudaranya, harimau Bali dan Jawa yang telah punah. Kawasan yang tersebar antara Siberia, Cina, Rusia, dan Korea Utara itu, jumlah populasinya sekarang hanya tinggal 150 sampai 200 saja. Namun, berdasarkan informasi terakhir, di Korea Utara jumlahnya malah kurang dari ekor. Sedangkan di Cina, populasinya sudah tak ada lagi.
Menurut laporan WWF Inggris, jumlah harimau Siberia yang ada dalam hutan diperkirakan meningkat sebayak dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya. Setidaknya jumlahnya sekarang mendekati 475 ekor.
Yang tersisa di Indonesia sendiri tinggal harimau Sumatera yang hidup di hutan Sumatera. Dari hasil survei akhir tahun 1994, diperkirakan jumlahnya tak lebih dari 400 ekor saja. Soalnya, diduga harimau Sumatera dibantai setidaknya 14 ekor per tahun. Dan ini masih terus berlangsung hingga kini.
Menurut koordinator proyek konservasi Jenis WWF-IP Ron Lilley, selain perburuan liar, harimau yang muncul kampung-kampung kerap menjadi korban pembantaian. Ini lantaran penduduk yang menganggap harimau itu sebagai hama yang memangsa ternak. Tekanan kuat yang mendorong pengurangan jumlah harimau juga disusul oleh kalangan medis. Ini terbukti vat permintaan bagian tubuh harimau untuk obat yang terus meningkat. Menurut data tahun 1994, Indonesia telah mengekspor 4.094 kilogram tulang harimau dalam rentang waktu antara tahun 1973-1992. Malahan negeri ini yang terkenal sebagai pengekspor daging harimau nomor satu ke Korea Selatan.
Padahal, seekor harimau Sumatera, yang termasuk subspesies harimau paling kecil tubuhnya, berat tulangnya delapan kilogram. Jadi, tinggal dihitung jumlah harimau sumatera. Masih belum tuntas. Batu empedu yang sudah dibantai sejak tahun 1973 bisa mengobati sawan pada ank-anak jika Indonesia telah mengekspor 4.000 kg tulang harimau.
Korea Selatan memang merupakan negara impian bagi para pemburu tulang berkhasiat. Negara ini merupakan negara pengimpor tulang harimau utama di dunia. Sejak tahum 1970-1993, tercatat Korea Selatan mengimpor tulang harimau sebanyak 8.981 kilogram dari berbagai negara. Dan ironisnya, Indonesia-lah pensuplai nomor satu dengan rekor mencapai 44,5 persen atau 3.994 kilogram.
Menurut mitos, khasiat tubuh harimau memang tak tanggung-tanggung. Dagingnya bisa untuk menyembuhkan mual dan malaria, meningkatkan vitalitas dan tonik untuk lambung dan limpa. Rambutnya bisa digunakan untuk mengusir kelabang ketika dibakar. Otaknya dipercaya mampu menyembuhkan kemalasan dan jerawat.
Tak hanya itu, bola mata harimau diyakini mampu mengusir penyakit epilepsi, malaria, gugupan atau demam pada anak-anak, sawan, dan katarak. Lantas hidungnya juga baik untuk epilepsi dan sawan anak.
" Selain dijadikan hiasan, gigi harimau dapat dipakai mengobati rabies, asma, dan rasa sakit pada penis. Dan kumisnya juga bisa dipakai untuk sakit gigi. Darah dipergunakan untuk menguatkan tubuh dan jiwa. Sedangkan lemaknya untuk mengatasi muntah, gigitan anjing, pendarahan dan gangguan kulit kepala pada anak-anak.
Masih belum tuntas. Batu empedu bisa mengobati sawan pada anak-anak. Lambung harimau juga mampu untuk mengatasi gangguan lambung. Sementara air empedu bisa untuk sawan pada anak-anak. Testisnya untuk tuberkulosis pada kelenjar getah bening. Ekor bisa mengatasi berbagai penyakit kulit. Dan yang unik, kulit harimau dipercaya mampu dipakai untuk mengobati penyakit jiwa.
Dengan kepercayaan seperti ini, tak heran kalau Cina jadi negara pengekspor obat tradisional tulang harimau paling besar di dunia dan nomor dua pengekspor bahan tulang harimau paling besar setelah Indonesia.
Secara medis, khasiat ini masih jadi perdebatan. Berdasarkan catatan sejumlah buku berbahasa Cina, bahan aktif dalam tulang harimau ialah kalsium dan protein. Penelitian klinis menunjukkan tulang harimau memberikan efek antiradang pada binatang percobaan yang terkena artritis, efek analgesik pada tikus percobaan, dan menenangkan.
Jadi sia-sia rasanya jika membunuh harimau sampai punah hanya untuk diambil tulangnya. Padahal, bahan aktif di dalam tulang itu hanya kalsium dan protein.
Selain itu sejumlah penyakit, yang konon bisa disembuhkan dengan obat tulang harimau, sebenarnya bisa disembuhkan dengan obat-obatan modern sekarang.
Berbicara soal pelestarian harimau,juga terbilang pelik. Apalagi jika penanganan di habitatnya menjadi sulit karena sekatang populasi harimau terfragmentasi atau tersebar-sebar. Apalagi jika subpopulasi dalam satu kawasan terpisah dalam jumlah- jumlah yang kecil. Jika populasinya di bawah 100 ekor atau di bawah 50 ekor, maka kemungkinan untuk bertahan bakal sulit.
Belum lagi ditambah aktivitas perluasan kawasan pemukiman manusia. Yang sudah jelas adalah pembukaan lahan baru untuk koloni tempat tinggal. Misalnya saja semacam program transmigrasi. Akibatnya, tak pelak kalau sering terjadi “konflik” antara harimau dengan penduduk.
Untuk di Indonesia, sebenarnya sudah ada aturan main tentang keberadaan carnivora buas nan langka ini. Misalnya lewat SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972. Keputusan ini pun diperkuat lagi dengan SK Menteri Kehutanan.No. 301/Kpts-II/1991. Lantas masih ditambah dengan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya.
Sernuanya itu berisi larangan membunuh binatang yang dilindungi, termasuk harimau. Pelanggar peraturan ini bisa dikenai hukuman penjara lima tahun dan denda Rp 20 juta. Sayangnya, kesadaran manusia dan sistem pengawasannya sulit diterapkan secara ideal.