Ukiran kayu 'Simbul Macan Ali Kasepuhan Cirebon' Jawa Barat |
Terjalinya hubungan antara manusia dengan top predator di Jawa ternyata mengukir sebuah persepsi yang membekas kuat dalam jejak Budaya Peradaban Jawa. Disadari atau tidak, ingatan atas kesungkanan manusia terhadap harimau berimbas pada nilai-nilai kehidupan keseharian manusia jawa. Apresiasi itu dikreasikan dan diungkapkan kembali oleh manusia jawa dalam bentuk Folklor, Seni, Mistik, Filosofi, Simbolisme dan Lambang.
Kenyataan atas pengetahuan yang saat ini kita jumpai, kebanyakan bersifat annonim, karena budaya tutur dan nilai-nilai sosialis yang sangat kental di masyarakat jawa. Belum lagi hubungan antar generasi yang semakin memperkaya vareasi pengetahuan yang telah dirintis oleh generasi-generasi awal penghuni Pulau Jawa. Hal ini mencerminkan suburnya tatanan di Jawa, sehingga ada luangan waktu bagi manusia penghuninya untuk mewujudkan olah cipta rasa ungkapan batin dan pikirannya.
Sepuluh tahun membuntuti eksistensi harimau jawa, berdampak pada temuan-temuan pengetahuan tentang sisi lain harimau jawa dari pandangan masyarakat tepi hutan, yang semakin lama semakin banyak vareasinya dan saling melengkapi. Oleh karena itu sayang jika tidak dipunguti, maka PKJ memfungsikan diri sebagai 'pemulung' atas pengetahuan yang dimiliki masyarakat jawa itu. Dan PKJ merusaha 'merekontruksikan' kembali pengetahuan itu menjadi sebuah 'anatomi' pengetahuan yang kami beri istilah "Etno-tigro-logi".
Semula, kami mengarsipkan pengetahuan ini ke dalam Antro-biomacan: yang dikandung maksud dari adanya persepsi manusia lokal di Jawa (anthropologi) terhadap harimau dan perilakunya (bio-macan). Istilah Etnotigrologi sepertinya lebih cocok, sebab ada juga kajian Etnobiologi yang telah juga di pecah menjadi etnozoologi dan etnobotani.
Prespektif Kedepan atas Etnotigrologi
Kami rasa kajian ini kedepan akan semakin berkembang, mengingat selama ini kajian yang PKJ lakukan masih dalam lingkup Pulau Jawa. Sedangkan di P. Jawa dihuni dua suku besar yaitu Jawa dan Sunda. Walaupun begitu ternyata ada suku Madura yang menghuni Pulau Jawa, dan ternyata mereka juga menyimpan khasah pengetahuan tersendiri tentang harimau jawa. Belum lagi klan-klan kecil farian dari suku Sunda (seperti Badui) dan suku Jawa (seperti Tengger dan Osing), tentulah akan memperkaya bunga rampai khasanah topik-topik kajian Etnotigrologi.
Itu jika di Jawa sendiri, bagaimana dengan khanah pengetahuan Etnotigrologi yang dimiliki masyarakat Bali dan Sumatera? tentulah akan semakin lebih banyak lagi. Sekali lagi jika itu di Indonesia, bagaimana dengan yang di dunia? seperti dari masyarakat di negara-negara yang ada dan pernah di huni harimau? maka akan semakin berkembanglah khasanah Etnotrigologi.
Penggolongan kajian ke dalam Etnotigrologi ini hanyalah sebagai alat bantu untuk ''pemisahan" kajian pengetahuan, sehingga membantu mempermudah otak dalam mengklasifikasi dan menganalisisnya. Sedangkan kalau dalam praktek implementasi riel di dalam kehidupan keseharian, tentulah bersifat holistik.
Disamping itu PKJ juga telah berusaha mengklasifikasikan sub kajian Etnotigrologi ini menjadi Folklor, Seni, Mistik, Filosofi, Simbolisme dan Lambang. Walaupun terkadang ada temuan kanjian yang bisa masuk kedalam hampir semua kelompok penggolongan itu, jadi kajian Etnotigrologi ini masih membuka peluang untuk dikembangkan lagi.
Semoga kajian Etnotigrologi ini, bisa menyarikan dan menemukan "akar budaya konservasi" yang telah dimiliki Leluhur Manusia Jawa terhadap karnivor umumnya dan harimau jawa khususnya. Dimana akar budaya konservasi ini kedepannya bisa dipakai untuk menjawab dan mengatasi semua permasalahan antara manusia dengan satwa liar. Jadi berujung kembali pada konsep: "harmonis berbagi ruang".
Semoga!